PAMEKASAN l bnewsnasional.org – Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Pamekasan kembali tercoreng oleh skandal memalukan. Setelah sebelumnya terseret kasus dugaan suap yang melibatkan oknum berinisial T yang mengeluarkan narapidana untuk bertemu kekasih di hotel, kini muncul kasus baru yang lebih kelam: dugaan pemerasan dan pelecehan seksual oleh seorang oknum petugas lapas.
Oknum sipir berinisial D, yang diketahui menjabat sebagai Pelaksana Harian (PLH) Kepala Kamtib, diduga telah memperkosa tunangan seorang narapidana yang sedang menjalani hukuman. Tak hanya itu, ia juga dilaporkan memeras narapidana tersebut dengan dalih pembayaran agar bisa kembali dibesuk, dengan nominal mencapai Rp 20 juta.
Informasi ini pertama kali diungkap oleh seorang saksi yang merupakan teman dekat korban, yang identitasnya disamarkan dan disebut sebagai Bunga. Menurut kesaksian, setiap kali Bunga datang membesuk tunangannya di Lapas Pamekasan, D selalu menghalanginya dengan alasan tunangannya sedang dihukum isolasi (distrap sel).
Namun belakangan diketahui, hal tersebut hanyalah dalih D untuk mendekati korban secara pribadi dan melakukan tindakan tidak senonoh. “Setiap datang, dia (D) selalu menggoda, bahkan sempat mencolek dan mengancam. Dia bilang kalau tidak melayaninya, pacarnya di dalam akan disiksa atau terus diisolasi,” ujar saksi mata tersebut.
Karena takut terhadap keselamatan tunangannya, Bunga akhirnya menyerah dan menuruti permintaan bejat oknum tersebut. Ironisnya, setelah hubungan tak layak itu terjadi, D justru mendatangi narapidana — tunangan Bunga — dan meminta uang sebesar Rp 20 juta agar bisa dibesuk kembali. “Katanya uang itu buat nutupi cicilan mobil Fortuner miliknya,” lanjut saksi.
Lebih mengejutkan lagi, uang tersebut ditransfer oleh narapidana ke rekening atas nama TR, yang disebut-sebut sebagai atasan langsung dari D.
Kasus ini jelas merupakan pelanggaran berat terhadap Undang-Undang yang berlaku, di antaranya:
UU No. 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan
• Pasal 7 ayat (2): Warga binaan tidak boleh dipersulit untuk menerima kunjungan.
• Pasal 50: Kunjungan harus dilakukan secara resmi dan diawasi.
UU No. 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor)
• Pasal 12 huruf e: Larangan pemerasan dan penerimaan gratifikasi oleh pejabat negara.
KUHP Pasal 421: Penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat untuk keuntungan pribadi.
Ketua Umum Aliansi Madura Indonesia (AMI), Baihaki Akbar, mengecam keras kasus ini dan menyebutnya sebagai bentuk kejahatan sistemik dalam tubuh pemasyarakatan.
> “Ini bukan kelalaian, ini kejahatan sistemik! Kalau Lapas jadi tempat jual beli kebebasan dan penyalahgunaan kekuasaan seksual, lalu di mana wajah hukum negara ini?” tegas Baihaki.
AMI mendesak agar Kepala Lapas, Kepala Pengamanan Lapas (KPLP), serta seluruh pejabat yang terlibat dalam kasus ini segera dicopot dan diproses hukum. Bila tidak ada tindakan tegas dari Kementerian Hukum dan HAM, AMI mengancam akan melaporkan kasus ini ke KPK, Ombudsman RI, dan Komisi III DPR RI.
Skandal ini membuka kembali potret buram sistem pemasyarakatan di Indonesia, yang semestinya menjadi tempat pembinaan, bukan ladang kekuasaan dan kejahatan terstruktur.(Ali Saputra)
Editor : Redaksi