Samsat Gunungsitoli Panik terbuka kedok Klarifikasi Samsat "Aktivis" Bantah Keras Di Mana Aturan Wajib Bayar PKB Tahun Berkenan
Gunungsitoli,bnewsnasional.id - Polemik penerapan sistem pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) di Kantor UPTD Pependa/Samsat Gunungsitoli terus bergulir dan kian memanas. Klarifikasi pihak Samsat yang menyebut seluruh mekanisme telah sesuai Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 14 Tahun 2025 dinilai belum menjawab substansi persoalan hukum, bahkan memicu reaksi keras dari kalangan aktivis dan tokoh masyarakat.
Pimpinan Wilayah Lembaga Swadaya Masyarakat Kemilau Cahaya Bangsa Indonesia (PW LSM KCBI) Kepulauan Nias, Helpin Zebua, menegaskan bahwa pihaknya tidak menolak kewajiban pajak, namun menolak pemaksaan pembayaran pajak untuk tahun yang belum jatuh tempo tanpa dasar hukum yang jelas.
“Kami sudah minta ditunjukkan aturan hukum yang tegas—nomor, tahun, pasal—yang mewajibkan masyarakat membayar PKB tahun 2026 dan 2027. Tapi jawabannya selalu ‘sistem sudah mengatur’. Ini berbahaya dalam negara hukum,” tegas Helpin.
Menurutnya, sistem aplikasi tidak boleh berdiri di atas peraturan perundang-undangan. Jika sistem justru menciptakan kewajiban baru yang tidak tertulis dalam Pergub maupun SK Gubernur, maka hal tersebut patut diduga sebagai pelanggaran asas legalitas dan berpotensi pungutan liar berkedok sistem.
Helpin juga menilai praktik tersebut mengaburkan makna program pemutihan PKB 2025 yang dicanangkan Gubernur Sumatera Utara untuk meringankan beban masyarakat.
“Pemutihan itu tujuannya membantu rakyat, bukan menjebak rakyat. Kalau masyarakat tidak bisa membayar 2024 dan 2025 tanpa dipaksa membayar 2026 dan 2027, maka itu bukan pemutihan, tapi pemaksaan,” ujarnya.
Baca juga: Pangkalan Melompat lompat komputer di Samsat Gunungsitoli diduga pakai rumus aljabar,geometri.
Lebih lanjut, Helpin Zebua secara tegas menyatakan bahwa aksi damai akan segera dilakukan dalam minggu ini oleh elemen masyarakat sipil yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Peduli Pembangunan Nias (AMP Nias).
“Kami pastikan aksi damai akan digelar minggu ini. Ini bukan gertakan. Kami menuntut transparansi, dasar hukum yang jelas, dan penyesuaian sistem agar tidak bertentangan dengan peraturan gubernur maupun SK Gubernur,” kata Helpin.
Ia menegaskan aksi tersebut akan dilakukan secara tertib dan konstitusional, dengan tuntutan utama audit sistem PKB dan klarifikasi resmi dari Bapenda Provinsi Sumatera Utara.
Sikap kritis juga datangs dari Darwis Zendrato, mantan Anggota DPRD Kabupaten Nias. Ia menilai polemik ini bukan sekadar persoalan teknis administrasi, melainkan menyangkut perlindungan hak wajib pajak dan kepastian hukum.
“Dalam sistem pemerintahan, setiap pungutan harus berbasis aturan tertulis. Tidak boleh ada kewajiban yang lahir hanya karena sistem aplikasi. Kalau masyarakat dipaksa membayar pajak tahun yang belum jatuh tempo, ini patut dipertanyakan secara hukum,” ujar Darwis.
Darwis mengingatkan bahwa lembaga pelayanan publik wajib mengedepankan asas keterbukaan dan keadilan, terlebih dalam kebijakan fiskal yang berdampak langsung pada masyarakat kecil.
“Jangan sampai masyarakat takut datang membayar pajak karena khawatir dibebankan biaya di luar yang mereka pahami. Ini bertentangan dengan semangat pelayanan publik dan reformasi birokrasi,” tambahnya.
Baik Helpin Zebua maupun Darwis Zendrato sepakat bahwa dalih UPTD Samsat Gunungsitoli sebagai “unit pelaksana” tidak serta-merta menghapus tanggung jawab moral dan administratif dalam melindungi masyarakat.
Mereka mendesak agar Bapenda Provinsi Sumatera Utara segera turun tangan, membuka dasar hukum sistem pembayaran PKB yang berlaku, serta melakukan evaluasi menyeluruh agar kebijakan pemutihan tidak berubah menjadi beban baru bagi wajib pajak.
Hingga kini, publik masih menunggu jawaban atas satu pertanyaan mendasar:
apakah hukum yang mengendalikan sistem, atau sistem yang justru mengendalikan hukum?
Editor : Redaksi