Pangkalan Melompat lompat komputer di Samsat Gunungsitoli diduga pakai rumus aljabar,geometri.
Gunungsitoli, bnewsnasional -Senin (15/12/2025) Program pemutihan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) yang digulirkan Gubernur Sumatera Utara kali ini memunculkan polemik serius di Kantor UPT SAMSAT Gunungsitoli. Sejumlah aktivis dan masyarakat menilai penerapan sistem pembayaran pajak di kantor tersebut bertentangan dengan Peraturan Gubernur dan Keputusan Gubernur Sumatera Utara, bahkan diduga mengarah pada pungutan tanpa dasar hukum.
Baca Juga: AMPERA Geruduk Pengusaha Nakal, PEMKO Janji Segera Tertibkan
Masalah ini mencuat setelah SAMSAT Gunungsitoli menjadikan Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 14 Tahun 2025 sebagai dasar untuk membebankan pembayaran PKB hingga tahun 2026 bahkan 2027, meskipun wajib pajak datang untuk membayar tunggakan tahun berjalan dalam program pemutihan.
Dalam Pergub No. 14 Tahun 2025, khususnya Pasal 14 ayat (6), ditegaskan bahwa pembayaran PKB dapat dilakukan pada tanggal jatuh tempo atau 60 hari sebelum masa pajak berakhir. Sementara ayat (7) menyebutkan bahwa besaran PKB yang tercantum dalam SKPD harus dilunasi sekaligus.
Namun, menurut para aktivis, tidak ada satu pun ketentuan dalam Pergub tersebut yang mewajibkan pembayaran PKB tahun berikutnya sebelum jatuh tempo.
Dalam praktiknya, seseorang yang menunggak pajak kendaraan sejak 2023 hingga 2025, dengan masa pajak berakhir pada Februari 2026, ketika datang membayar pada Desember 2025, justru dibebankan pembayaran hingga tahun 2026 dan 2027.
Padahal, berdasarkan Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor 188.44/712/KPTS/2025 tentang Pemutihan dan Diskon PKB, wajib pajak tersebut seharusnya cukup membayar tahun 2024 dan 2025 setelah mendapatkan pemutihan tunggakan sebelumnya.
Alih-alih meringankan, sistem yang diterapkan justru menambah beban baru bagi masyarakat.
Pimpinan Wilayah LSM Kemilau Cahaya Bangsa Indonesia (PW LSM KCBI) Kepulauan Nias, Helpin Zebua, menilai praktik tersebut sebagai bentuk salah tafsir regulasi.
“Pasal 14 ayat (6) itu mengatur hak wajib pajak untuk membayar lebih awal, bukan dasar untuk memaksa pembayaran pajak tahun berikutnya. Sementara ayat (7) hanya mengatur bahwa pajak yang sah dalam SKPD tidak boleh dicicil, bukan menambah tahun pajak,” tegas Helpin.
Ia menilai, jika SKPD memuat tahun pajak yang belum jatuh tempo, maka dokumen tersebut cacat hukum sejak awal dan tidak boleh dijadikan dasar pemungutan.
Lebih jauh, Helpin menyebut kondisi ini sebagai pungutan liar berkedok sistem.
“Kalau sistem berjalan bertentangan dengan Pergub dan SK Gubernur, lalu masyarakat dipaksa membayar tanpa dasar hukum yang jelas, ini sudah masuk kategori pungutan tanpa dasar hukum,” ujarnya.
Dalam pertemuan yang digelar Senin (15/12/2025) di ruang Kepala SAMSAT Gunungsitoli, yang dihadiri sejumlah LSM dan jurnalis, KTU SAMSAT Gunungsitoli Adi Mendrofa justru bersikeras bahwa sistem pembayaran yang digunakan saat ini sudah sesuai dengan Pergub No. 14 Tahun 2025.
Menurut Adi, pembebanan pembayaran hingga tahun berikutnya terjadi karena sistem telah menghitung kewajiban pajak secara otomatis berdasarkan regulasi yang ada.
Namun, pernyataan tersebut dibantah oleh para aktivis yang hadir. Mereka menilai tidak ada norma eksplisit dalam Pergub 14/2025 yang mengatur kewajiban membayar PKB tahun 2026 atau 2027 sebelum jatuh tempo.
Merespons kebuntuan tersebut, Aliansi Masyarakat Peduli Pembangunan Nias (AMP Nias) menyatakan akan menyuarakan persoalan ini melalui aksi damai dalam waktu dekat.
AMP Nias mendesak: Evaluasi total sistem pembayaran PKB di SAMSAT Gunungsitoli, Penyesuaian sistem dengan Pergub No. 14 Tahun 2025 dan SK Gubernur Pemutihan, Penghentian penagihan PKB tahun yang belum jatuh tempo, Klarifikasi terbuka dari Bapenda Provinsi Sumatera Utara
Menurut AMP Nias, selama sistem tidak diperbaiki, praktik pembayaran pajak di SAMSAT Gunungsitoli berpotensi terus merugikan masyarakat dan mencederai tujuan program pemutihan pajak.(***)
Editor : Redaksi