Kepulauan Nias,bnewsnasional.id - Isu pembentukan Provinsi Kepulauan Nias akhir akhir ini kembali menguat di tengah kritik terhadap sikap pemerintah pusat yang dinilai belum menunjukkan keberpihakan struktural kepada wilayah kepulauan. Anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara, Thomas Dachi S.H., M.H.,M.I.P.Dari Partai Gerindra menegaskan bahwa pemekaran Provinsi Kepulauan Nias merupakan satu-satunya langkah strategis jika negara benar-benar ingin melepaskan Nias dari status daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
“Kalau pemerintah pusat sungguh-sungguh memperhatikan Kepulauan Nias dan ingin melepaskan Nias dari status 3T, hanya ada satu sikap yang harus diambil: mekarkan Kepulauan Nias dari Provinsi Sumatera Utara menjadi Provinsi Kepulauan Nias,” ujar Thomas Dachi S.H., M.H.,M.I.P. Kepada awak media, Sabtu (27/12/2025) malam.
Menurut Thomas S.H., M.H.,M.I.P. Dalih kehati-hatian fiskal yang kerap digunakan untuk mempertahankan moratorium pemekaran tidak sepenuhnya konsisten dengan praktik kebijakan negara selama satu dekade terakhir. Ia mencontohkan pembentukan Provinsi Kalimantan Utara pada 2012 yang justru mempercepat penguatan wilayah perbatasan negara.
Begitu pula dengan kebijakan pemekaran sejumlah provinsi baru di Papua pada 2022, yang secara eksplisit ditempatkan sebagai instrumen percepatan pembangunan, pendekatan pelayanan publik, serta penguatan kehadiran negara di wilayah yang secara geografis sulit dijangkau.
“Jika Papua dan Kalimantan Utara dipandang layak dimekarkan karena pertimbangan strategis dan geografis, maka Kepulauan Nias yang berhadapan langsung dengan Samudera Hindia seharusnya juga mendapatkan perlakuan kebijakan yang setara,” kata Thomas.
Ia menilai berbagai program afirmatif pemerintah pusat selama ini belum menyentuh akar persoalan struktural wilayah kepulauan. Keterbatasan akses, mahalnya logistik, ketimpangan pelayanan publik, hingga lambannya pembangunan infrastruktur tidak dapat diselesaikan tanpa perubahan desain pemerintahan.
Moratorium pemekaran daerah, menurut Thomas, telah berubah fungsi dari instrumen penataan menjadi penghambat solusi. Dalam konteks Kepulauan Nias, moratorium justru memperpanjang ketergantungan terhadap provinsi induk yang wilayahnya sangat luas dan berorientasi daratan.
“Selama Kepulauan Nias masih berada di bawah Provinsi Sumatera Utara, kepentingan wilayah kepulauan akan selalu kalah bersaing dengan prioritas daratan. Ini masalah desain, bukan semata kapasitas daerah,” ujarnya.
Thomas S.H., M.H.,M.I.P.Juga menyoroti absennya representasi politik nasional dari Kepulauan Nias dalam hampir satu dekade terakhir. Tanpa provinsi sendiri, Kepulauan Nias tidak memiliki daerah pemilihan yang benar-benar fokus memperjuangkan aspirasi daerah di DPR RI dan DPD RI.
Ia menegaskan bahwa pemekaran Provinsi Kepulauan Nias bukan beban fiskal negara, melainkan investasi jangka panjang, sebagaimana yang dilakukan negara pada provinsi-provinsi baru lain yang kini menjadi simpul strategis pertumbuhan dan pertahanan nasional.
Baca juga: Wakil Presiden RI Laksanakan Kunjungan Kerja di Kepulauan Nias
“Negara tidak bisa terus meminta masyarakat Kepulauan Nias bersabar, sementara solusi struktural yang tersedia justru dikunci oleh kebijakan moratorium yang tidak pernah dievaluasi secara terbuka,” tegasnya.
Menurut Thomas Dachi S.H., M.H.,M.I.P. jika pemerintah pusat ingin membuktikan komitmen terhadap keadilan pembangunan dan kehadiran negara di wilayah terluar, maka pembentukan Provinsi Kepulauan Nias harus ditempatkan sebagai prioritas strategis nasional, bukan sekadar wacana politik daerah.
Editor : Redaksi