Bangkalan, bnewsnasional.id - Tahun 2025 menjadi tonggak krusial bagi transformasi pendidikan nasional. Melalui berbagai kebijakan strategis, pemerintah dinilai mulai menunjukkan kehadiran negara secara nyata di ruang kelas. Namun, tantangan besar masih membayangi, terutama terkait sinkronisasi kebijakan antara pusat dan daerah serta upaya menjaga pendidikan tetap steril dari kepentingan politik praktis.
Pemerhati dan Praktisi Pendidikan asal Bangkalan, Suraji, M.Pd., dalam refleksinya akhir tahun ini menekankan bahwa pendidikan harus tetap berada pada rel kepentingan terbaik bagi peserta didik, bukan menjadi ruang tawar-menawar politik.
Menurut Suraji, salah satu pencapaian yang paling dirasakan sepanjang 2025 adalah masifnya pembenahan infrastruktur. Rehabilitasi gedung sekolah dan penyediaan perangkat teknologi informasi, seperti TV layar lebar dan sarana multimedia, bukan sekadar modernisasi fisik.
"Hadirnya perangkat TIK menjadi jembatan penguatan literasi digital. Ini menegaskan bahwa akses teknologi adalah hak setiap peserta didik untuk memperoleh layanan pendidikan bermutu,"Ujarnya Suraji Kamis (25/12/2025).
Selain fisik, program penguatan karakter melalui "7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat" juga menjadi sorotan. Program ini dinilai sebagai investasi jangka panjang untuk mencetak generasi yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga matang secara moral dan sosial.
Refleksi ini juga memberikan catatan khusus bagi wilayah yang dilanda bencana, seperti di Sumatra dan Aceh. Suraji menekankan bahwa pendidikan harus tetap "menyala" meski dalam keterbatasan sarana darurat.Ia juga menyoroti pentingnya prinsip
"Pendidikan Bermutu untuk Semua". Kebijakan afirmasi, kesejahteraan guru, dan keadilan layanan antara sekolah negeri dan swasta harus terus diperkuat agar tidak ada dikotomi dalam mencerdaskan anak bangsa,"
Salah satu poin krusial dalam refleksi 2025 ini adalah teguran terhadap ketidakselarasan implementasi kebijakan di tingkat lokal. Suraji mengingatkan agar pemerintah daerah tidak menciptakan
"aturan tandingan" atau multitafsir yang justru merugikan guru dan murid.
Baca juga: Titiek Soeharto: Terima Kasih Kapolri Sudah Ikut Perbaiki Pendidikan di Indonesia
"Pendidikan tidak boleh menjadi arena tarik-menarik kepentingan politik atau kelompok. Pemerintah daerah harus menjadi pelaksana yang patuh pada regulasi nasional demi menjaga ruh keadilan pendidikan," tegasnya.
Memasuki tahun 2026, tantangan baru telah menanti, termasuk persiapan sistem seleksi dan penguatan Tes Kemampuan Akademik (TKA). Suraji berharap tahun depan menjadi tahun konsolidasi mutu, di mana sinergi antara pusat dan daerah semakin erat.
"Membangun pendidikan tidak boleh setengah hati. Masa depan Indonesia dibangun hari ini melalui keberanian membuat terobosan dan ketulusan melayani tanpa diskriminasi," pungkasnya.(Hnf)
Editor : Redaksi